Memakai pakaian yang ketat dan sesak tidak
dianjurkan (makruh) baik dari sudut pandang syari’ah maupun dari sudut
pandang kesehatan. Ada sebagian jenis baju ketat membuat orang yang
mengenakannya sulit melakukan sujud. Jika baju seperti ini menyebabkan
si pemakai sukar mengerjakan shalat atau bahkan menyebabkan dia
meninggalkan shalat, maka jelas hukum memakai baju seperti ini adalah
haram.
Asy-Syaikh
al Albaniy berkata bahwa celana ketat itu mendatangkan dua macam
musibah: Musibah pertama, bahwa orang yang memakainya menyerupai
orang-orang kafir. Sedangkan Kaum Muslim memang memakai celana, akan
tetapi model celana yang lebar dan longgar. Model seperti ini masih
banyak dipakai di daerah Suriah dan Libanon. Ummat Islam baru mengenal
celana ketat setelah mereka dijajah bangsa eropa. Pengaruh buruk itulah
yang diwariskan oleh kaum penjajah kepada ummat Islam. Akan tetapi
karena kebodohan dan ketololan ummat Islam sendiri, mereka mengambil
tradisi buruk tersebut. Musibah kedua, celana
ketat menyebabkan bentuk aurat terlihat dengan jelas. Memang benar bahwa
aurat pria adalah anggota badan antara pusar dan lutut. Namun seorang
hamba yang sedang melakukan shalat dituntut untuk berbuat lebih dari
ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat (dalam masalah busana ini,
lihat Al Qur’an Surah 7:31-pen-). Tidak pantas dia melakukan maksiat
kepada Alloh subhanahu wa ta’ala ketika sedang sujud bersimpuh
di hadapan-Nya. Ketika dia mengenakan celana ketat, maka kedua pantatnya
akan terbentuk dengan jelas. Bahkan lebih dari itu, bagian tubuh yang
membelah keduanya juga terlihat nyata !
Bagaimana seorang hamba melakukan shalat dan menghadap Rabb Semesta
Alam dalam keadaan seperti ini ?! Yang lebih aneh lagi adalah mayoritas
pemuda Muslim biasanya menentang keras apabila kaum wanita Muslimah
memakai baju ketat. Alasan mereka bahwa baju ketat yang dipakai wanita
bisa menunjukkan bentuk tubuhnya secara jelas. Akan tetapi pemuda ini
lupa akan dirinya sendiri. Dia tidak sadar bahwa dia telah mengerjakan
suatu hal yang dia sendiri membencinya.
Jika demikian, tidak ada bedanya antara wanita yang memakai baju
ketat sehingga terlihat lekuk tubuhnya dengan pria yang memakai celana
ketat (jeans dan semacamnya-pen-) sehingga terlihat bentuk kedua
pantatnya. Ketika pantat pria dan wanita dianggap sebagai aurat, maka
hal menggunakan baju ketat bagi mereka itu sama saja hukumnya, yakni
dilarang. Sebenarnya para pemuda wajib menyadari musibah yang telah
melanda mayoritas mereka.
Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi Wa Aalihi Wasallam telah
melarang kaum pria shalat dengan memakai celana tanpa gamis (kemeja).
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan al Hakim. Sanad hadits ini
sendiri berkualitas hasan. Lihat Shahiih al Jaami’ al Shaghiir nomor
6830 dan juga diriwayatkan oleh al Thahawiy dalam Syarh Ma’aaniy al
Atsaar (I/382).
Adapun jika model celana yang dikenakan ketika shalat tidak ketat dan
berukuran longgar, maka sah shalat yang dikerjakan. Yang lebih baik
adalah dirangkap dengan gamis yang bisa menutup anggota tubuh antara
pusar dan lutut. Akan tetapi lebih baik lagi apabila panjang gamis itu
sampai setengah betis atau sampai mata kaki (asalkan tidak sampai
menutupi mata kaki –pen). Hal seperti ini adalah cara menutup aurat yang
paling sempurna (mungkin pakaian seperti ini di daerah kita agak sukar
didapatkan di pasaran, namun cukup banyak sarung yang bisa menggantikan
fungsinya –pen-). (Al Fataawaa I/69, tulisan Syaikh ‘Abdul Aziz bin
‘Abdullah bin Baz).
Dengan latar belakang inilah Komite Tetap Pembahasan Masalah
‘Ilmiyyah dan fatwa Saudi Arabia (semacam MUI di Indonesia -pen-)
menjawab pertanyaan mengenai hukum Islam tentang shalat memakai celana.
Jawaban yang dirumuskan adalah sebagai berikut: “Jika pakaian tersebut
tidak menyebabkan aurat terbentuk dengan jelas, karena modelnya longgar
dan tidak bersifat transparan sehingga anggota aurat tidak bisa dilihat
dari arah belakang, maka boleh dipakai ketika shalat. Namun apabila
busana itu terbuat dari bahan yang tipis sehingga memungkinkan aurat
yang memakai dilihat dari belakang, maka shalat yang dikerjakan batal
hukumnya. Jika sifat busana yang dipakai hanya mempertajam atau
memperjelas bentuk aurat saja, maka makruh mengenakan busana tersebut
ketika shalat. Terkecuali jika tidak ada busana lain yang dapat
dikenakan.
0 komentar:
Posting Komentar