Siwak adalah nama untuk dahan atau akar pohon yang
digunakan untuk bersiwak. Oleh karena itu semua dahan atau akar pohon
apa saja boleh kita gunakan untuk bersiwak jika memenuhi persyaratannya,
yaitu lembut, sehingga batang atau akar kayu yang keras tidak
boleh digunakan untuk bersiwak karena bisa merusak gusi dan email gigi; bisa
membersihkan dan berserat serta bersifat basah, sehingga akar atau
batang yang tidak ada seratnya tidak bisa digunakan untuk bersiwak; seratnya tersebut tidak berjatuhan ketika digunakan untuk bersiwak sehingga bisa mengotori mulut. (syarhul mumti’ 1/118)
Sebagian ulama berpendapat tidaklah dikatakan bersiwak dengan sikat gigi adalah sunnah Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam,
karena siwak berbeda dengan sikat gigi. Siwak memiliki banyak kelebihan
dibandingkan sikat gigi. Namun pendapat yang benar bahwasanya jika
tidak terdapat akar atau dahan pohon untuk bersiwak maka boleh kita
bersiwak dengan menggunakan sikat gigi biasa karena illah (sebab) disyariatkannya siwak adalah untuk membersihkan gigi. Bahkan Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam pernah besiwak dengan jarinya ketika berwudhu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ali bahwasanya Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam, yang artinya: ”Beliau memasukkan jarinya (ke dalam mulutnya-pent) ketika berwudlu dan menggerak-gerakkannya”
(Hr: Ahmad dalam musnadnya 1/158. Berkata Al-Hafizh dalam talkhis 1/70
setelah beliau membawakan hadits-hadits tentang siwak dengan jari yaitu
dari hadits Anas dan Aisyah dan selain keduanya: ”Dan hadits yang paling
shohih tentang siwak dengan jari adalah hadits yang dikeluarkan oleh
Imam Ahmad dalam musnadnya dari hadits Ali bin Abi Tolib”.) (Syarhul
mumti’ 1/118-119)
Dan bersiwak dengan menggunakan akar atau dahan pohon adalah lebih baik dan lebih mengikuti sunnah Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam karena
memiliki faedah yang banyak dan bisa digunakan setiap saat serta bisa
dibawa kemana-mana. Namun anehnya banyak kaum muslimin yang merasa tidak
senang jika melihat orang yang bersiwak dengan akar atau dahan pohon,
padahal tidak diragukan lagi akan kesunnahannya. Mereka memandang orang
yang bersiwak dengan akar kayu dengan pandangan sinis atau pandangan
mengejek. Apakah mereka membenci sunnah yang sering dilakukan dan
dicintai oleh Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam bahkan ketika
akhir hayat beliau? Tidak cukup hanya dengan membenci, merekapun
memberikan olok-olokan yang tidak layak sampai-sampai mereka mengatakan
orang yang bersiwak adalah orang yang jorok.
(Sumber Rujukan: Syarhul Mumti’ ‘ala zadil mustaqni’ jilid 1, karya Syaikh Muhammad Utsaimin)
0 komentar:
Posting Komentar