ANALISIS RHODAMIN B PADA MAKANAN
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata
Kuliah
Analisis Kimia Bahan Pangan dan
Industri
Oleh :
Maslikhah
07630027
Dosen Pengampu : Diana Candra
Dewi, M.Si
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN
TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
(UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Makanan merupakan elemen penting bagi tubuh manusia. Hal
ini disebabkan karena makanan memberikan energi dan tenaga bagi tubuh untuk
melakukan bekerja. Mengkonsumsi makanan yang sehat menjadi harapan setiap
manusia karena asupan gizi yang cukup, memberikan energi yang maksimal bagi
tubuh. Jadi, jika kita harus mendisiplinkan diri untuk hidup sehat dan mangatur
pola makan yang baik untuk kesehatan tubuh kita.
Dewasa ini, banyak sekali kasus keracunan makanan
mewarnai media cetak maupun televisi. Ada
juga kasus kematian yang merupakan akibat dari keracunan makanan. Kasus
keracunan makanan yang dilaporkan tidak hanya bersumber pada ketidak higienisan
makanan. Namun, adanya fenomena penggunaan bahan-bahan kimia yang dilarang
dalam makanan juga turut mendominasi.
Salah satu contoh bahan kimia berbahaya yang digunakan
produsen makanan yang perlu diwaspadai konsumen adalah zat pewarna merah
Rhodamin B. Berdasarkan hasil penelitian banyak ditemukan zat pewarna Rhodamin
B pada produk industri rumah tangga. Rhodamin B adalah bahan kimia yang
digunakan untuk pewarna merah pada industri tekstil plastik dan kain. Kelebihan
dosis Rhodamin B bisa menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata,
tenggorokan, hidung, dan usus.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Bagaimana
cara mengetahui ciri makanan yang di dalamnya terkandung Rhodamin B ?
2.
Bagaimana
cara memperoleh zat pewarna makanan yang murah namun dengan tidak melibatkan
zat-zat kimia yang dapat merusak kesehatan?
3.
Bagaimana
cara mengantisipasi dampak keracunan dan meningkatkan keamanan pangan?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui
ciri makanan yang di dalamnya terkandung Rhodamin B.
2.
Mengetahui
cara memperoleh zat pewarna makanan yang murah namun dengan tidak melibatkan
zat-zat kimia yang dapat merusak kesehatan.
3.
Mengetahui
cara mengantisipasi dampak keracunan dan meningkatkan keamanan pangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Bahan Tambahan Pangan adalan bahan atau campuran bahan
yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
diambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara
lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental
(menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan).
Penggunaan BTP ini diatur oleh perundang-undangan, oleh
karena itu perlu dipilih secara benar jika akan digunakan dalam pangan. Berikut
ini adalah penggolongan BTP :
1.
Pewarna,
yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan.
Contoh pewarna alami :
a.
Karamel
(gula yang digosongkan)
Yaitu pewarna alami
yang berwarna coklat yang dapat mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun dalam
botol (300 mg/kg) dan yogurt beraroma (150 mg/kg) dan lain-lain.
b.
Beta
karoten (ekstrak umbi wortel)
Yaitu pewarna alami
berwarna merah – oranye yang dapat digunakan untuk mewarnai es krim (100
mg/kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/kg) dan lain-lain.
c.
Kurkumin
(ekstrak umbi kunyit)
Yaitu pewarna alami
berwarna kuning – oranye yang dapat digunakan untuk mewarnai es krim dan
sejenisnya (50 mg/kg) dan lain-lain.
2.
Pemanis
Buatan
Sering ditambahkan kedalam pangan sebagai pengganti gula
karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami (gula) yaitu :
1.
Rasanya
lebih manis
2.
Membantu
mempertajam penerimaan terhadap rasa manis
3.
Tidak
mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok
untuk penderita penyakit gula (diabetes)
4.
Harganya
lebih murah
Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam
pengolahan pangan di Indonesia adalah siklamat dan sakarin yang mempunyai
tingkat kemanisan masing-masing 30 – 80 dan 300 kali gula alami. Menurut
peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, sebenarnya sakarin dan
siklamat hanya boleh digunakan dalam pangan yang khusus ditujukan untuk orang
yang menderita diabetes atau sedang menjalani diet kalori.
3.
Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan
pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Pengawet yang banyak dijual di pasaran
dan digunakan mengawetkan berbagai pangan adalah benzoate dan sering digunakan
untuk mengawetkan sari buah, manisan, agar (1 gram/kg), minuman ringan dan
kecap 600 mg/kg.
4.
Penyedap
Rasa dan Aroma, Penguat Rasa
Salah satu penyedap rasa dan aroma yang dikenal luas di Indonesia
adalah vetsin atau bumbu masak, dan terdapat dengan berbagai dipasarkan.
Penyedap rasa tersebut mengandung senyawa yang disebut mono sodium glutamate
(MSG). Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88,
penggunaan MSG dibatasi secukupnya, yang berarti tidak boleh berebihan.
5.
Pengemulsi,
Pemantap dan Pengental
Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengental dalam
pangan adalah untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air sehingga produk tetap
stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan air serta
mempunyai tekstur yang kompak. Misalnya : untuk es krim, es puter digunakan
agar, gom atau karboksimetilselulosa dengan kadar (10 gram/kg). Untuk yogurt
digunakan agar atau karagen dengan kadar (5 gram/kg).
6.
Antioksidan
BTP yang digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan
pada pangan akibat proses oksidasi lemak atau minya yang terdapat dalam pangan.
Bahan-bahan yang sering ditambahkan antioksidan adalah lemak dan minyak,
mentega, margarine, daging olahan/awetan, ikan asin dll. Misalnya : untuk
minyak makan digunakan Butil Hidroksianisol (BHA) 200 mg/kg, ikan asin
digunakan Butil Hidroksitoluen (BHT) 200 mg/kg.
7.
Pengatur
Keasaman (Pengasam, Penetral dan Pendapar)
Fungsinya adalah untuk membuat pangan menjadi lebih
asam, lebih basa, atau menetralkan pangan. Misalnya : Soda kue mengandung
Aluminium/ammonium/kalium/natrium sulfat secukupnya.
8.
Anti
Kempal
Biasanya ditambahkan kedalam pangan yang berbentuk
tepung atau bubuk. Peranannya didalam pangan tidak secara langsung, tetapi
terdapat didalam bahan-bahan yang digunakan untuk membuat pangan seperti susu
bubuk, tepung terigu, gula pasir dan sebagainya.
9.
Penutih
dan Pematang Tepung
Bahan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan
sekaligus pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu hasil pemanggangan,
misalnya alam pembuatan roti, biscuit dan kue. Contohnya : untuk tepung
digunakan asam askorbat (200 mg/kg) Natrium stearoil-2-laktat digunakan untuk
adonan kue (5 gr/kg bahan kering), roti dan sejenisnya (3,75 gr/kg tepung),
serabi (3 gr/kg bahan kering).
10.
Pengeras
Bahan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya
pangan. Misalnya untuk mengeraskan buah-buahan dan sayur dalam kaleng digunakan
Kalsium glukonat 800 mg/kg bahan, untuk acar ketimun dalam botol digunakan 250
mg/kg bahan.
11.
Sekuestran
Bahan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam
pangan, sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstur.
BTP yang Dilarang
Adapun BTP yang
dilarang tetapi sering digunakan oleh produsen antara lain :
1.
Boraks : sebagai
pengenyal pada bakso dan lontong.
2.
Formalin : sebagai pengawet
pada tahu dan mie basah.
3.
Rhodamin B : sebagai pewarna merah
pada terasi dan kerupuk.
4.
Methanil
Yellow : sebagai pewarna
kuning pada tahu dan kerupuk.
5.
Pemanis
Buatan : sering digunakan
pada produk minuman ringan dan pangan jajanan yang ditujukan bukan untuk pangan
yang khusus ditujukan untuk orang yang menderita diabetes atau sedang menjalani
diet kalori, tetapi dengan maksud menurunkan harga, dapat dijual murah tetapi
rasa tetap manis. Misalnya siklamat dan sakarin.
Akibat Penggunaan BTP yang
Dilarang
Adapun akibat yang ditimbulkan karena penggunaan BTP yang dilarang adalah
:
1.
Boraks
Biasanya digunakan sebagai bahan pembersih, pengawet
kayu, antiseptic kayu. Sering disalah gunakan sebagai pengenyal pada bakso, mie
basah, lontong, dll. Ciri-ciri makanan yang diberi Boraks adalah makanan
sewaktu dimakan terasa kenyal sekali. Akibat penggunaan boraks adalah pada
penggunaan yang berulang-ulang akan terjadi penimbunan pada otak, hati dan
jaringan lemak. Gejala keracunan yang timbul : mual, muntah, diare berlendir
dan berdarah, kejang perut, gangguan peredaran darah, iritasi kulit dan
jaringan lemak, kerusakan ginjal kemudian koma.
Dosis : Dosis fatal dewasa : 15 – 20 gram.
Dosis fatal bayi & anak : 3 – 6 gram.
Pencegahan : kematian bisa terjadi setelah penggunaan
yang tidak tepat, maka jangan menyimpan boraks dirumah.
2.
Formalin
Biasanya digunakan untuk :
-
Mengawetkan
mayat
-
Antiseptik
-
Penghilang
bau
Sering disalahgunakan untuk mengawetkan tahu dan mie
basah. Ciri-ciri makanan yang diberi formalin adalah sewaktu mencium baunya
menyengat hidung. Akibat penggunaan formalin adalah muntah darah, diare, kanker
paru, kejang-kejang, kencing darah sampai kematian. Pada kulit menyebabkan
dermatitis. Uap formalin sendiri dapat mengiritasi mata, hidung dan saluran
pernafasan. Dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kejang-kejang pada
tenggorokan.
Dosis fatal : 60 – 90 ml formalin.
3.
Rhodamin B
Merupakan zat warna sintetis, berwarna merah keunguan,
yang digunakan sebagai zat warna untuk kertas dan tekstil. Sering disalah
gunakan untuk pewarna pangan dan kosmetik. Misalnya : sirup, terasi, kerupuk,
lipstik, dll. Ciri-ciri makanan yang diberi Rhodamin B adalah warna makanan
yang terang mencolok. Biasanya makanan yang diberi pewarna untuk makanan
warnanya tidak begitu merah terang mencolok. Bahaya utama terhadap kesehatan :
pemakaian dalam waktu lama (kronis) dapat menyebabkan radang kulit alergi, dan
gangguan fungsi hati/kanker hati.
Tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B :
·
Jika
terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan.
·
Jika
terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit.
·
Jika
terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan, udem pada
kelopak mata.
·
Jika
tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau
merah muda.
4.
Methanil
Yellow
Merupakan zat warna sintetis berwarna kuning kecoklatan
yang digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat. Kuning metanil sering kali
disalahgunakan untuk pewarna makanan dan minuman. Misalnya : kerupuk, sirup dan
tahu. Ciri-ciri makanan yang diberi Methanil yellow adalah warna makanan kuning
terang mencolok. Biasanya makanan yang diberi pewarna untuk makanan warnanya
tidak begitu kuning terang mencolok. Bahaya utama terhadap kesehatan : paparan
dalam waktu lama dapat menyebabkan kanker pada saluran kemih dan kandung kemih.
Tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar kuning metanil
yellow :
·
Jika
terkena kulit dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan iritasi pada kulit.
·
Jika
terkena mata dalam jumlah banyak akan menimbulkan gangguan penglihatan/kabur.
·
Jika
terhirup akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, dalam jumlah banyak
bisa menimbulkan kerusakan jaringan dan peradangan pada ginjal.
5.
Pemanis
Buatan (Siklamat dan Sakarin)
Menurut hasil penelitian pada binatang percobaan tikus,
penggunaan pemanis buatan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan
kanker.
Zat Kimia Rhodamin B dalam Pewarnaan Makanan
Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan (BTP)
yang dapat memperbaiki tampilan makanan. Secara garis besar, pewarna dibedakan
menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetis. Selain itu, khusus untuk makanan
dikenal pewarna khusus makanan (food grade). Ironisnya, di Indonesia terutama
industri kecil dan industri rumah tangga makanan masih banyak menggunakan
pewarna nonmakanan atau pewarna untuk pembuatan cat dan tekstil (Mudjajanto, 2006).
Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang berasal dari
metanlinilat dan difenelalanin yang berbentuk serbuk kristal berwarna
kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi
tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah. Rhodamin B sering
disalahgunakan untuk pewarna pangan (kerupuk, makanan ringan, es dan minuman
yang sering dijual di sekolahan), serta kosmetik dengan tujuan menarik
perhatian konsumen.
Rhodamin B dan methanil
yellow merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang dilarang penggunaannya
dalam makanan (Peraturan Menkes No.1168/Menkes/ PER/ X/ 1999). Sementara itu
uji coba pada tikus yang diberi Rhodamin B selama satu minggu menunjukkan
adanya pembesaran organ berupa peningkatan berat hati, ginjal, dan limpa.
Kita dapat mengenali ciri makanan yang menggunakan
Rhodamin B, yaitu biasanya makanan yang diberi zat pewarna ini lebih terang
atau mencolok warnanya dan memiliki rasa agak pahit. Disamping itu, apabila
kita ingin melakukan pewarnaan makanan yang murah namun dengan tidak melibatkan
zat-zat kimia yang dapat merusak kesehatan, kita dapat menggunakan daun suji
(untuk pewarna hijau), daun jambu atau daun jati (warna merah), dan kunyit
(untuk pewarna kuning).
Namun pada kenyataannya, kewaspadaan dari diri individu
masing-masing dalam memilih makanan tidaklah cukup. Pengawasan dari pemerintah
setempat untuk mengawasi perdagangan serta keluar-masuknya bahan kimia juga
sangat diperlukan. Sampurno-Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
mengungkapkan, “Untuk mengantisipasi dampak keracunan dan meningkatkan keamanan
pangan, rencana badan POM kedepan, akan membentuk Pusat Kewaspadaan dan
Penanggulangan Keamanan Makanan di Indonesia (National Center Food Safety Alert
and Respons). Tak kalah penting, badan POM perlu meningktkan koordinasi lintas
sektor tentang pengelolaan dan pengamanan bahan kimia.”
Analisis zat aditif
Rhodamin B dapat diidentifikasi bahan volatilnya pada suhu 135°C dan bahan tak
larut dengan metode gravimetri, serta warna total dalam pelarut air dengan
metode spektrofotometri. Selain itu, ada juga cara uji pewarna makanan sesuai SNI 01-2895-1992, Cara Uji Pewarna Tambahan Makanan.
BAB III
METODOLOGI
3.1
Preparasi Sampel
a.
Alat
Spektrofotometer –
mampu mengukur secara akurat terhadap larutan pada daerah 400-750 nm dengan
simpangan ≤ 10 nm.
b.
Reagen
Penentuan sampel
standar murni - sampel standar harus dipreparasi secara hati-hati agar
kemurnian yang tinggi dapat dicapai.
c.
Pelarut
Pelarut yang digunakan bebas dari
bahan tersuspensi
3.2
Uji Kualitatif
Prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut :
Jika sampel tak larut
dalam air gunakan air panas, aseton, alkohol, xilena, atau larutan alkali.
Berikut prosedur kerja analisa sampel dalam air panas :
Larutkan 2 gram sampel dalam 200
mL air panas dan dinginkan pada suhu ruang. Selanjutnya saring endapan yang
terbentuk dengan corong gelas. Kemudian, panaskan pada suhu 135°C dan timbang.
Setelah itu, cuci dengan air dingin hingga tak terbentuk warna. Keringkan pada
suhu 135°C selama 3 jam, dinginkan dalam desikator, dan timbang. Laporkan
peningkatan berat sebagai bahan tak larut dalam air.
Sedangkan untuk
pelarut aseton, alkohol, xilena, atau larutan alkali, prosedur kerja yang
dilakukan sebagai berikut :
Campurkan 0,2-0,5 gram sampel
dengan 100 mL masing-masing pelarut dalam gelas beker 250 mL, stirer, dan
panaskan pada titik didih pelarut. Saring larutan panas dan pindahkan residu ke
dalam gelas beker untuk menyaring. Cuci dengan 10 mL pelarut hingga tak
berwarna. Keringkan selama 3 jam pada suhu 100-105°C dan timbang. Laporkan
peningkatan berat sebagai bahan tak larut dalam pelarut yang disebutkan.
Bila
tidak larut dalam semua pelarut di atas, gunakan larutan karbon tetraklorida,
toluena, atau benzena. Dengan prosedur kerja yang sama dengan pelarut aseton.
3.3
Uji Kuantitatif
Ø
Standarisasi
Prosedur kerja yang
dilakukan sebagai berikut :
Siapkan beberapa
larutan yang sudah diketahui konsentrasi sampel standarnya dan tentukan
absorbansi larutan. Koreksi absorbansi pelarut dan sel pada panjang gelombang
yang sesuai (panjang gelombang pada saat absorbansi maksimum). Atur konsentrasi
larutan untuk memberikan nilai absorbansi dari 0,4-1,0 dengan instrumen dan sel
yang digunakan. Kemudian, plotkan data yang diperoleh.
Ø
Penentuan
Prosedur kerja yang
dilakukan sebagai berikut :
Siapkan larutan sampel dalam
pelarut yang sama (pada saat standarisasi). Kemudian, tentukan absorbansi
larutan pada kondisi yang sama pada saat standarisasi. Selanjutnya, hitung
kandungan zat aditif (Rhodamin B) sampel dari absorbansi larutan sampel dan
absorbansi larutan standar.
Zat Aditif = (A/Konsentrasi Sampel)
(konsentrasi standar/A) x Kemurnian standar
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam makalah ini dijelaskan cara analisis terhadap bahan pangan. Bahan Tambahan Pangan adalan bahan atau campuran bahan yang secara
alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi diambahkan kedalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, salah satunya adalah zat
pewarna Rhodamin B.
Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang berasal dari
metanlinilat dan difenilalanin yang berbentuk serbuk kristal berwarna
kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi
tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah. Zat pewarna Rhodamin
B merupakan zat warna sintetis, berwarna merah keunguan, yang digunakan sebagai
zat warna untuk kertas dan tekstil. Sering disalah gunakan untuk pewarna pangan
dan kosmetik. Misalnya : sirup, terasi, kerupuk, lipstik, dll. Ciri-ciri
makanan yang diberi Rhodamin B adalah warna makanan yang terang mencolok.
Biasanya makanan yang diberi pewarna untuk makanan warnanya tidak begitu merah
terang mencolok. Bahaya utama terhadap kesehatan yaitu pemakaian dalam waktu
lama (kronis) dapat menyebabkan radang kulit alergi, dan gangguan fungsi
hati/kanker hati.
Tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B :
·
Jika
terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan.
·
Jika
terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit.
·
Jika
terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan, dan udem pada
kelopak mata.
·
Jika
tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau
merah muda.
Kita dapat mengenali ciri makanan yang menggunakan
Rhodamin B, yaitu biasanya makanan yang diberi zat pewarna ini lebih terang
atau mencolok warnanya dan memiliki rasa agak pahit. Disamping itu, apabila
kita ingin melakukan pewarnaan makanan yang murah namun dengan tidak melibatkan
zat-zat kimia yang dapat merusak kesehatan, kita dapat menggunakan daun jambu atau
daun jati (warna merah).
Analisis zat aditif
Rhodamin B dapat diidentifikasi bahan volatilnya pada suhu 135°C dan bahan tak
larut di dalamnya dengan metode gravimetri, serta warna total dalam pelarut air
dengan metode spektrofotometri. Uji kualitatif dilakukan dengan cara sampel yang tak larut dalam air, digunakan pelarut
air panas, aseton, alkohol, xilena, atau larutan alkali. Prosedur kerja yang
dilakukan sebenarnya adalah metode gravimetri (uji kuantitatif) tetapi metode
ini merupakan metode awal (uji pendahuluan) terhadap sampel yang mengandung
Rhodamin B. Selebihnya bisa dilakukan uji kuantitatif, yaitu penimbangan.
Selain uji kuantitatif dengan metode gravimetri, dapat juga digunakan metode
spektrofotometri. Dalam metode ini dilakukan penbuatan standarisasi sampel
sebagai koreksi atau kalibrator. Selanjutnya, dapat ditentukan kandungan zat
aditif (Rhodamin B) dalam sampel menggunakan rumus berikut :
Zat Aditif = (A/Konsentrasi Sampel)
(konsentrasi standar/A) x Kemurnian standar
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dalam makanan yang kita konsumsi, kita tidak mengetahui
apakah di dalam makanan tersebut terdapat zat pewarna sintetis yang dilarang
atau tidak, khususnya Rhodamin B merupakan zat aditif yang sangat berbahaya
bila dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang. Berdasarkan makalah ini, dapat
disimpulkan bahwa makanan yang mengandung zat pewarna Rhodamin B memiliki warna
makanan yang terang mencolok. Selain itu, memiliki rasa agak pahit. Apabila
kita ingin melakukan pewarnaan makanan yang murah namun dengan tidak melibatkan
zat-zat kimia yang dapat merusak kesehatan, kita dapat menggunakan daun jambu atau
daun jati (warna merah). Analisis untuk zat aditif Rhodamin B yaitu menggunakan
reaksi warna metode gravimetri (kualitatif) dan metode spektrofotometri
(kuantitatif).
5.2
Saran
Bagi masyarakat, perlu adanya pengetahuan
dan informasi yang cukup tentang zat-zat kimia yang terkandung dalam makanan
(Rhodamin B) pada masyarakat serta pengawasan keluar-masuknya (perdagangan) zat
kimia sangat penting untuk meminimumkan penyalahgunaan zat-zat kimia tersebut.
Oleh sebab itu, respon dan tindakan dari pemerintah sangatlah diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC.
1970. Analysis Method Second Edition. Association of Official Agriculture
Chemists. United State of America.
http://www.republika.co.id/. Diakses tanggal 11
Juni 2010.
http://www.dkp.co.id/. Diakses tanggal 11 Juni
2010.
http://www.pikiran-rakyat.com/. Diakses tanggal
11 Juni 2010.
http://www.kimianet.lipi.go.id/.
Diakses tanggal 11 Juni 2010.
http://www.kompas.com www.pin2.usm/. Diakses tanggal 11 Juni 2010.
http://www.media.or.id/. Diakses tanggal 11 Juni
2010.
Undang-undang
RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan.
0 komentar:
Posting Komentar