Alkisah, ada seorang abid dari bani
Israil. Dia banyak menghabiskan waktunya dengan beribadah kepada Tuhan di
mihrabnya. Suatu hari dia melakukan safar, dan di tengah perjalanannya dia
beristirahat sejenak. Ketika waktu shalat tiba, diapun beranjak untuk melaksanakan
shalat. Sewaktu hendak memulai shalat, sang abid ini melihat dua orang anak
laki-laki remaja sedang mempermainkan seekor ayam. Mereka mencabuti bulu ayam
itu satu-per-satu. Jika saja ayam itu dapat berbicara, pastilah lolongannya
adalah teriakan minta tolong, tapi yang terdengar adalah suara kokokan yang
tidak jelas maknanya.
Sholat |
Sang abid ini hanya tertegun sesaat, lalu melanjutkan
niatnya menghadap ke kiblat dan dengan khusyuknya melaksanakan shalat,
bermi'raj kepada Tuhannya.
Sementara itu kedua anak tadi,
setelah puas, kemudian meninggalkan ayam tersebut - yang tak kuasa lagi
mempertahankan hidupnya - lalu mati dengan sangat mengenaskan.
Belum juga sang abid menyelesaikan mi'rajnya, tiba-tiba petir menggelegar dengan keras, angin bertiup kencang, alam yang sebelumnya tampak cerah tiba-tiba berubah drastis menjadi mendung dan kelabu. Terdengar suara yang bergemuruh dari langit:
"Hai
tanah! Tenggelamkan hamba yang durhaka ini, dia telah melakukan kedurhakaan
yang sangat, maka celakalah dia!"
Tanah patuh pada titah. Bergetar keras, terbelah, dan tanpa menyisakan waktu sedikit pun bagi sang abid untuk sekedar menyadari apa yang terjadi, tiba-tiba saja telah menariknya jatuh terhempas ke dalam perut bumi dan menimbunnya kembali!
Kisah ini saya baca dalam buku kisah-kisah tentang shalat, saya terjemahkan secara lepas dari bahasa persia. Kisah ini menceritakan tentang seorang ahli ibadah yang ditenggelamkan Tuhan ke dalam tanah karena lebih asyik dengan ibadahnya sendiri, dan tidak memberikan pertolongan kepada ayam yang sebenarnya ia mampu melakukannya.
Ayam yang dicabuti bulunya satu demi satu akhirnya mati tak tertolong. Tuhan menyebut abid ini sebagai orang yang durhaka, dan dilaknat sebagai orang yang celaka. Kitapun membaca dalam surah al-Maun tentang orang yang shalat tapi dalam pandangan Ilahi ia termasuk hamba-hamba yang celaka. Yakni orang yang dengan shalatnya tidak memberikan pengaruh kepada jiwanya untuk memberikan bantuan dan pertolongan kepada orang lain dengan sesuatu yang berguna. Begitupun abid pada kisah ini.
فَوَيْلٌ
لِّلْمُصَلِّينَ
"Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,"
(QS. Al-Ma'un[107]:4)
Dalam konteks kekinian, dengan banyaknya orang yang dicabut hak-haknya, kebebasan dan kebahagiannya dirampas begitu saja oleh yang lebih berkuasa, apakah shalat-shalat yang kita lakukan memberikan pengaruh kepada jiwa kita untuk berupaya memberikan pertolongan kepada mereka?
Mereka bukan ayam yang dicabuti bulunya tapi saudara-saudara kita, dari bangsa kita, yakni manusia. Jika kemurkaan Allah kepada abid yang tidak memberikan pertolongan kepada seekor ayam yang didzalimi diwujudkan dalam bentuk menenggelamkannya ke dalam tanah, maka sesungguhnya kemurkaan yang bagaimanakah nanti yang akan kita hadapi karena hanya berdiam diri saja menyaksikan saudara-saudaranya didzalimi?
Seorang teman pernah memperdengarkan sebuah hadits. Katanya,
di akhirat nanti semua orang merasa bersyukur kecuali satu golongan.
Orang-orang mukmin bersyukur karena menjadi orang mukmin yang bukan sekedar
muslim. Orang-orang muslim bersyukur karena tidak termasuk sebagai orang-orang
kafir. Orang-orang kafir bersyukur karena tidak termasuk sebagai orang-orang
munafik. Dan kaum munafikin bersyukur karena tidak termasuk golongan orang yang
melalaikan shalat. Dan satu-satunya golongan yang meratap penuh
penyesalan adalah mereka yang lalai dalam shalatnya!
Hadits ini, sampai saat ini belum saya cek kesahihannya, namun kita dapat mengambil hikmah dari kutipan yang katanya hadits ini, bahwa Tuhan murka kepada mereka yang shalat namun lalai pada keadaaan di sekitarnya!
Dan bukankah di sekitar kita dengan sangat mudah dapat dijumpai orang-orang yang sulit mendapatkan makanan karena hak-hak mereka telah dirampas dan dicabuti? Lalu, bagaimanakah dengan shalat kita?
Wallahualam Bisshawab.
0 komentar:
Posting Komentar