Alloh Subhanahu wa Ta’ala menurunkan
kitab-Nya yang mulia sebagai petunjuk bagi manusia, obat bagi kaum
mukminin, membimbing kepada yang lebih lurus, menjelaskan jalan
petunjuk. Namun demikian, saat ini banyak menusia yang meninggalkan
kitab yang agung ini, tidak mengenalnya kecuali hanya pada saat tertentu
saja, seperti: di antara mereka ada yang hanya membacanya pada saat
bulan Ramadhanataupun yang hanya mengenalnya saat ada kematian, dan
sejenisnya.
Kemudian telah berkembang pula
perbuatan-perbuatan yang tidak ada tuntunannya dalam Syariat Islam
ketika membaca Al-Qur’an, di antaranya: membaca bersama-sama denga satu
suara dalam masjid atau di rumah, menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an di atas
kertas kemudian dimasukan ke dalam air untuk diminum, membaca Al-Qur’an
di atas kuburan dll.
Pada dasarnya membaca Al-Qur’an haruslah dengan tatacara sebagaimana Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wa sallam mencontohkannya bersama para shahabat beliau ShallAllohu ‘alaihi wa sallam.
Tidak ada satupun riwayat dari beliau dan para sahabatnya bahwa mereka
membacanya dengan cara bersama-sama dengan satu suara. Akan tetapi
mereka membacanya sendiri-sendiri atau salah seorang membaca dan orang
lain yang hadir mendengarkannya.
Telah diriwayatkan bahwa Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Hendaklah kalian berpegang teguh pada sunahku dan sunnah para Al-Khulafa’ur Rasyidun setelahku” [1]
Sabda beliau lainnya, yang artinya: “Barangsiapa mengada-adakan dalam perkara kami ini (perkara agama) yang tidak berasal darinya, maka dia itu tertolak” [2]
Dalam riwayat lain disebutkan, yang artinya: “Barangsiapa melaksanakan suatu amalan yang tidak ada perintah kami maka amalan tersebut tertolak” [3]
Diriwayatkan pula dari Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau memerintahkan kepada Abdullah bin Mas’ud RadhiyAllohu ‘anhu untuk membacakan kepadanya Al-Qur’an. Ia berkata kepada beliau. “Wahai Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa sallam, apakah aku akan membacakan Al-Qur’an di hadapanmu sedangkan Al-Qur’an ini diturunkan kepadamu?” Beliau ShallAllohu ‘alaihi wa sallam menjawab, yang artinya: “Saya senang mendengarkannya dari orang lain” [4]
BERKUMPUL DI MASJID ATAU DI RUMAH UNTUK MEMBACA AL-QUR’AN BERSAMA-SAMA.
Jika yang dimaksud adalah bahwasanya mereka membacanya dengan satu suara dengan ‘waqaf’ dan berhenti yang sama, maka ini tidak disyariatkan. Paling tidak hukumnya makruh, karena tidak ada riwayat dari Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa sallam maupun para shahabat beliau ShallAllohu ‘alaihi wa sallam. Namun apabila bertujuan untuk kegiatan belajar dan mengajar, maka kita berharap hal tersebut tidak apa-apa.
Adapun apabila yang dimaksudkan adalah mereka berkumpul untuk membaca
Al-Qur’an dengan tujuan untuk menghafalnya, atau mempelajarinya, dan
salah seorang membaca dan yang lainnya mendengarkannya, atau mereka
masing-masing membaca sendiri-sendiri dengan tidak menyamai suara orang
lain, maka ini disyari’atkan, berdasarkan riwayat dari Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda, yang artinya: “Apabila
suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Alloh (masjid) sambil membaca
Al-Qur’an dan saling bertadarus bersama-sama, niscaya akan turun
ketenangan atas mereka, rahmat Alloh akan meliputi mereka, para malaikat
akan melindungi mereka dan Alloh menyebut mereka kepada makhluk-makhluk
yang ada di sisi-Nya” [5]
MEMBAGI BACAAN AL-QUR’AN UNTUK ORANG-ORANG YANG HADIR
Membagi juz-juz Al-Qur’an untuk orang-orang
yang hadir dalam perkumpulan, agar masing-masing membacanya
sendiri-sendiri satu hizb atau beberapa hizb dari Al-Qur’an, tidaklah
dianggap secara otomatis sebagai mengkhatamkan Al-Qur’an bagi
masing-masing yang membacanya. Adapun tujuan mereka dalam membaca
Al-Qur’an untuk mendapatkan berkahnya saja, tidaklah cukup. Sebab
Al-Qur’an itu dibaca hendaknya dengan tujuan ibadah mendekatkan diri
kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan untuk menghafalnya,
memikirkan dan mempelajari hukum-hukumnya, mengambil pelajaran darinya,
untuk mendapatkan pahala dari membacanya, melatih lisan dalam membacanya
dan berbagai macam faedah-faedah lainnya.[6]
Catatan Kaki:
[1] Diriwayatkan oleh Abu Daud no 407 dalam kitab Sunnah, bab Fii Luzuumis Sunnah ; Ibnu Majah no 42 dalam Al-Muqaddimah, bab Ittiba’ul Khulafa’ir Rasyidinal Mahdiyyin, dari hadits Al-Irbadh RadhiyAllohu anhu. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2676 dalam Al-Ilmu bab ‘Maa Jaa’al Fil Akhdzi bis Sunnati Wajtinabil Bida’, ia mengatakan: ‘Hadits ini hasan shahih. Al-Arna’uth berkata: ‘Sanadnya hasan. Lihat Syarhus Sunnah, 1/205 hadits no.102.
[2] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no, 2697 dalam Al-Shulh bab ‘Idza Isththalahu ‘ala Shulhin Juur Fash Shulh Mardud’ dan Muslim no 1718 dalam kitab Al-Uqdhiyah bab ‘Naqdhul Ahkamil Bathilan wa Raddu Muhdatsatil Umur’ dari hadits Aisyah RadhiyAllohu ‘anha.
[3] Diriwayatkan oleh Muslim no. 1718 jilid 18, dalam kitab Al-Uqdhiyah bab Maqdhul Ahkamil Bathilan wa Raddu Muhdatsatil Umu’ dari hadits Aisyah RadhiyAllohu ‘anha.
[4] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5050, dalam Fadhailul Qur’an, bab ‘Barangsiapa mendengarkan Al-Qur’an dari orang selainnya’ dari hadits Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, ‘Rasululloh berkata kepada saya, bacakan Al-Qur’an untukku. Saya berkata, Wahai Rasululloh, apakah saya akan membacakannya sedangkan Al-Qur’an ini diturunkan kepadamu? Beliau menjawab, ‘Ya’ Maka sayapun membacakan surat An-Nisa hingga pada ayat, yang artinya: “Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)”. (QS: An-Nisa: 41). Beliau berkata, “Cukup”. Saya menoleh kepada beliau, ternyata kedua matanya sedang berlinang air mata.” [Lihat Fatwa Lajnah Da'imah no. 4394]
[5] Bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Muslim no. 2699 dalam kitab Dzikir dan Do’a, bab ‘Fadhlul Ijtima ‘Ala Tilawatil Qur’an wa ‘Aladz Dzikir dari hadits Abu Hurairah RadhiyAllohu ‘anhu.[Lihat juga Fatawa Lajnah Da'imah no. 3302]
[6] Lihat Fatwa Lajnah Da’imah no. 3861
[1] Diriwayatkan oleh Abu Daud no 407 dalam kitab Sunnah, bab Fii Luzuumis Sunnah ; Ibnu Majah no 42 dalam Al-Muqaddimah, bab Ittiba’ul Khulafa’ir Rasyidinal Mahdiyyin, dari hadits Al-Irbadh RadhiyAllohu anhu. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2676 dalam Al-Ilmu bab ‘Maa Jaa’al Fil Akhdzi bis Sunnati Wajtinabil Bida’, ia mengatakan: ‘Hadits ini hasan shahih. Al-Arna’uth berkata: ‘Sanadnya hasan. Lihat Syarhus Sunnah, 1/205 hadits no.102.
[2] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no, 2697 dalam Al-Shulh bab ‘Idza Isththalahu ‘ala Shulhin Juur Fash Shulh Mardud’ dan Muslim no 1718 dalam kitab Al-Uqdhiyah bab ‘Naqdhul Ahkamil Bathilan wa Raddu Muhdatsatil Umur’ dari hadits Aisyah RadhiyAllohu ‘anha.
[3] Diriwayatkan oleh Muslim no. 1718 jilid 18, dalam kitab Al-Uqdhiyah bab Maqdhul Ahkamil Bathilan wa Raddu Muhdatsatil Umu’ dari hadits Aisyah RadhiyAllohu ‘anha.
[4] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5050, dalam Fadhailul Qur’an, bab ‘Barangsiapa mendengarkan Al-Qur’an dari orang selainnya’ dari hadits Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, ‘Rasululloh berkata kepada saya, bacakan Al-Qur’an untukku. Saya berkata, Wahai Rasululloh, apakah saya akan membacakannya sedangkan Al-Qur’an ini diturunkan kepadamu? Beliau menjawab, ‘Ya’ Maka sayapun membacakan surat An-Nisa hingga pada ayat, yang artinya: “Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)”. (QS: An-Nisa: 41). Beliau berkata, “Cukup”. Saya menoleh kepada beliau, ternyata kedua matanya sedang berlinang air mata.” [Lihat Fatwa Lajnah Da'imah no. 4394]
[5] Bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Muslim no. 2699 dalam kitab Dzikir dan Do’a, bab ‘Fadhlul Ijtima ‘Ala Tilawatil Qur’an wa ‘Aladz Dzikir dari hadits Abu Hurairah RadhiyAllohu ‘anhu.[Lihat juga Fatawa Lajnah Da'imah no. 3302]
[6] Lihat Fatwa Lajnah Da’imah no. 3861
(Sumber Rujukan: Penyimpangan Terhadap Al-Qur’an; Fatwa Lajnah Da’imah)
0 komentar:
Posting Komentar