Tujuan pokok dari diutusnya Rasululloh ShalAllohu ‘alaihi wa sallam kepada umat manusia adalah untuk menyeru kepada tauhidullah yaitu mengesakan Alloh pada segenap bentuk peribadatan dan menjauhi segala bentuk kesyirikan. Disamping itu Beliau ShalAllohu ‘alaihi wa sallam dibebani tugas untuk menyampaikan syari’at Islam kepada umatnya sehingga umat manusia hidup dalam petunjuk (wahyu) dari Alloh ‘Azza wa Jalla.
Di antara syari’at yang diajarkan Rasululloh ShalAllohu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya adalah meluruskan dan merapatkan shaf dalam shalat berjamaah.
Barangsiapa yang melaksanakan syari’at, petunjuk dan ajaran-ajarannya
dalam meluruskan dan merapatkan shaf, sungguh dia telah menunjukkan ittiba’ nya (mengikuti) dan kecintaannya kepada Rasululloh ShalAllohu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana firman Alloh Subhaanahu wa ta’ala di dalam Al Qur’an, yang artinya: “Katakanlah:
“Jika kamu benar-benar mencintai Alloh, ikutilah aku, niscaya Alloh
mencintai dan mengampuni dosa-dosamu”. Alloh Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. (QS: Ali Imran: 31).
Dan dia juga melaksanakan perintah Rasululloh ShalAllohu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya, yang artinya: “Shalatlah kalian sebagaimana kamu melihat aku shalat”
Adapun hadits-hadits yang memerintahkan untuk
meluruskan dan merapatkan shaf diantaranya sabda Rasululloh ShalAllohu
‘alaihi wa sallam, yang artinya: “Apakah kalian
tidak berbaris sebagaimana berbarisnya para malaikat di sisi Tuhan
mereka ?” Maka kami berkata: “Wahai Rasululloh , bagaimana berbarisnya
malaikat di sisi Tuhan mereka ?” Beliau menjawab : “Mereka
menyempurnakan barisan-barisan [shaf-shaf], yang pertama kemudian [shaf]
yang berikutnya, dan mereka merapatkan barisan” (HR: Muslim, An Nasa’I dan Ibnu Khuzaimah).
Dari Anas bin Malik berkata: Rasululloh ShalAllohu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Luruskan
shaf-shaf kalian, dan dekatkan (jarak ) antar shaf-shaf, dan sejajarkan
bahu-bahu kalian !. Demi jiwaku yang ada di tanganNya, sesungguhnya aku
melihat syaithan masuk dari celah-celah shaf seperti anak kambing” (HR: Abu Dawud, Ahmad dan lainnya).
Dalam hadits ini menjelaskan bahwa syaithan masuk dari celah-celah
shaf atau sela-sela shaf yang tidak rapat, kemudian menghalangi antara
seseorang dengan saudaranya dan menjauhkan antara keduanya, yang
demikian itu akan membawa pada perselisihan di dalam hati-hati mereka
(maqami’u asy syaithan:62)
Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari An Nu’man bin Basyir, Beliau berkata, yang artinya: “Dahulu
Rasullullah ShalAllohu ‘alaihi wa sallam meluruskan shaf kami sampai
seperti meluruskan anak panah, hingga beliau menganggap kami telah paham
terhadap apa yang beliau perintahkan kepada kami (sampai shof kami
telah rapi – pent), kemudian suatu hari beliau keluar (untuk shalat)
kemudian beliau berdiri, hingga ketika beliau akan bertakbir, beliau
melihat seseorang yang membusungkan dadanya, maka beliau bersabda:”Wahai
para hamba Alloh, sungguh kalian benar-benar lurus dalam shaf kalian,
atau Alloh akan memperselisihkan wajah-wajah kalian”. (HR: Muslim)
Sedangkan hadits yang diriwayatkan dari Anas, Beliau ShalAllohu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Tegakkan (luruskan dan rapatkan, – pent) shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya aku melihat kalian dari balik punggungku” (HR. Al Bukhari dan Muslim), dan pada riwayat Al Bukhari, Anas berkata: “Dan salah satu dari kami menempelkan bahunya pada bahu temannya dan kakinya pada kaki temannya”,
sedangkan pada riwayat Abu Ya’la, berkata Anas: “Dan jika engkau
melakukan yang demikian itu pada hari ini, sungguh engkau akan melihat
salah satu dari mereka seolah-olah seperti keledai liar yaitu dia akan
lari darimu”
Berkata Busyair bin Yasar
dari Anas bin Malik: “Bahwasanya beliau (Anas) ketika datang ke Madinah,
ada yang berkata kepada beliau: ” Tidakkah engkau mengingkari kami
hingga hari ini sejak meninggalnya Rasululloh ?”. Maka Beliau menjawab:
“Aku tidak mengingkari kalian kecuali kalian tidak menegakkan shaf”.
(artinya beliau Anas bin Malik senantiasa mengingkari orang – orang yang
tidak merapatkan dan meluruskan shafnya – pent)
Maka jelaslah dari hadits di atas bahwa menempelkan bahu dengan bahu
dan kaki dengan kaki dalam shaf adalah sunnah yang telah dikerjakan oleh
para sahabat Radhiyallhu ‘anhum di belakang Nabi ShalAllohu ‘alaihi wa
sallam. Dan inilah maksud dari menegakkan shaf dan meluruskannya.
Dan perkataan Anas: “Dan jika engkau melakukan yang demikian
itu pada hari ini, sungguh engkau akan melihat salah satu dari mereka
seolah-olah seperti keledai liar”. Sesuai dengan kenyataan
manusia pada zaman ini, kalau ada orang yang melaksanakan sunnah tsb
terhadap mereka, niscaya mereka akan lari darinya seolah-olah mereka itu
keledai liar. Maka menjadilah sunnah itu seolah-olah bid’ah (hal yang
baru di dalam agama – pent) dalam pandangan mereka – kita berlindung
kepada Alloh dari hal seperti ini –, Semoga Alloh memberi petunjuk
kepada mereka dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk merasakan
manisnya sunnah Nabi ShalAllohu ‘alaihi wa sallam.
Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar mengomentari perkataan Anas pada Hadits
di atas: “Dan penjelasan ini mengandung faedah bahwa perbuatan tersebut
dilakukan pada masa Nabi ShalAllohu ‘alaihi wa sallam. Maka dengan ini
sempurnalah berhujjah dengan (perkataan Anas) tentang maksud dari
menegakkan shaf dan meluruskannya”. (ahtha’ al mushallin: 207-208)
Berkata Syaikh Al Albani mengomentari hadits Anas dan An Nu’man yang
telah lalu: “Dalam dua hadits ini mengandung beberapa faedah yang
penting; Pertama: Wajibnya menegakkan shaf dan
meluruskannya serta merapatkannya, karena diperintahkan yang demikian
itu. Pada asalnya meluruskan shaf wajib kecuali ada qarinah, sebagaimana
telah tetap pada ilmu ushul. Sedangkan qarinah disini menguatkan akan
kewajibannya, yaitu sabda Nabi ShalAllohu ‘alaihi wa sallam: ”atau Alloh akan memperselisihkan wajah-wajah kalian”.
Sesungguhnya ancaman semacam ini tidak dikatakan didalam perkara yang
tidak diwajibkan, sebagaimana tidak samar lagi (pengertian seperti itu
tidak samar dikalangan ahli ilmu – pent).
Kedua: Bahwasanya meluruskan shaf, sebagaimana yang
tersebut dalam hadits itu adalah dengan menempelkan bahu dengan bahu dan
hafah (kaki dengan kaki), karena inilah yang dilakukan oleh para
sahabat ketika diperintahkan untuk menegakkan shaf”. (ahtha’ al
mushallin: 208-209).
Dari hadits-hadits di atas menunjukkan betapa pentingnya meluruskan
dan merapatkan shaf pada waktu shalat berjamaah, karena hal tersebut
termasuk kesempurnaan shalat sebagaimana sabda Rasululloh ShalAllohu
‘alaihi wa sallam : “Luruskan shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf termasuk kesempurnaan shalat”.
Bahkan sampai ada ulama yang mewajibkan hal itu, sebagaimana perkataan
Syeikh Al Albani di atas. Akan tetapi sungguh amat sangat disayangkan,
sunnah meluruskan dan merapatkan shaf ini telah diremehkan bahkan
dilupakan, kecuali oleh segelintir kaum muslimin saja (semoga kita
termasuk didalamnya – pent)
Berkata Syeikh Masyhur Hasan Salman: “Apabila jamaah shalat tidak
melaksanakan sebagaimana yang dilakukan oleh Anas Radhiyallhu ‘anhu dan
An Nu’man Radhiyallhu ‘anhu, maka akan selalu ada celah dan
ketidaksempurnaan dalam shaf. Dan pada kenyataannya – kebanyakan – para
jamaah shalat apabila mereka dapat merapatkan shaf maka akan luaslah
shaf tsb [ sehingga akan menampung banyak jamaah, pent-] khususnya shaf
pertama kemudian yang kedua dan yang ketiga. Maka apabila mereka tidak
melakukannya, maka;
Pertama: Mereka terjerumus dalam larangan syar’i, [yaitu tidak meluruskan dan merapatkan shaf -pent].
Kedua: Mereka
meninggalkan celah untuk syaithan dan Alloh ‘Azza wa Jalla akan
memutuskan (hati – hati) mereka, sebagaimana hadits dari Umar bin Al
Khaththab Radhiyallhu ‘anhu bahwasanya Nabi ShalAllohu ‘alaihi wa sallam
bersabda, yang artinya:“Tegakkan shaf-shaf kalian dan
rapatkan bahu-bahu kalian dan tutuplah celah-celah dan jangan kalian
tinggalkan celah untuk syaithan, barangsiapa yang menyambung shaf
niscaya Alloh akan menyambungnya dan barangsiapa memutus shaf niscaya
Alloh akan memutuskannya”. (HR: Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim )
Ketiga:
Terjadi perselisihan dalam hati-hati mereka dan timbul banyak
pertentangan di antara mereka, sebagaimana dalam hadits An Nu’man
terdapat faedah yang menjadi terkenal dalam ilmu jiwa, yaitu: sesungguhnya rusaknya dhahir mempengaruhi rusaknya batin
dan kebalikannya. Disamping itu bahwa sunnah meluruskan dan merapatkan
shaf menunjukkan rasa persaudaraan dan saling tolong-menolong, sehingga
bahu si miskin menempel dengan bahu si kaya dan kaki orang lemah merapat
dengan kaki orang kuat, semuanya dalam satu barisan seperti bangunan
yang kuat, saling menopang satu sama lainnya.
Keempat: Mereka kehilangan pahala
yang besar yang dikhabarkan dalam hadits-hadits yang shahih, di
antaranya sabda Nabi ShalAllohu ‘alaihi wa sallam, yang artinya: “Sesungguhnya Alloh dan para malaikatnya bershalawat kepada orang yang menyambung shaf”. (HR: Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hiban dan Ibnu Khuzaimah).
Dan sabda Nabi ShalAllohu ‘alaihi wa sallam yang shahih, yang artinya: “Barangsiapa menyambung shaf niscaya Alloh akan menyambungnya”. (HR:Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)
Dan sabda Nabi ShalAllohu ‘alaihi wa sallam yang lain, yang artinya:
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling lembut bahunya (mau untuk
ditempeli bahu saudaranya -pent) ketika shalat, dan tidak ada langkah
yang lebih besar pahalanya daripada langkah yang dilakukan oleh
seseorang menuju celah pada shaf dan menutupinya”. (HR: Ath Thabrani, Al Bazzar dan Ibnu Hiban)
Demikianlah uraian ringkas tentang shaf dalam shalat berjama’ah ini,
semoga dapat memberikan motifasi kepada kita semua untuk melaksanakan
sunnah/ajaran Rasululloh ShalAllohu ‘alaihi wa sallam dalam shalat
berjamaah. Amien