Oleh: Iwan Sutedi
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ
فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا
اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا.
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ،
وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ
مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ
فِى النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Ikhwan fillah rahimakumullah.
Merupakan suatu
kewajiban bagi kita untuk menuntut ilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah agar kita
dapat meghindari dan menolak syubhat di dalam memahami dien Islam ini. Telah
kita sepakati bersama bahwa hanya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah kita dapat
selamat dan tidak akan tersesat.
Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
تَرَكْتُ
فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا، كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ
نَبِيِّهِ.
“Aku
tinggalkan pada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengan keduanya
kalian tidak akan sesat selama-lamanya yaitu: Kitabullah dan sunnah NabiNya”. (Hadist Riwayat
Malik secara mursal (Al-Muwatha, juz 2, hal. 999).
Syaikh
Al-Albani mengatakan dalam bukunya At-Tawashshul anwa’uhu wa ahkamuhu,
Imam Malik meriwayatkan secara mursal, dan Al-Hakim dari Hadits Ibnu Abbas dan
sanadnya hasan, juga hadist ini mempunyai syahid dari hadits jabir telah saya
takhrij dalam Silsilah Ahadits As-Shahihah no. 1761).
Adakah
pilihan lain agar kita termasuk dalam orang-orang yang selamat dan agar umat
Islam ini memperoleh kejayaan lagi selain mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah
dengan pemahaman para Salafus Shalih? tentu tidak ada, karena
sebenar-benar ucapan adalah Kalamullah, sebaik-baik petunjuk adalah sunnah
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan sebaik-baik generasi adalah
generasi sahabat yang telah Allah puji dan Allah ridhai.
Suatu
kebahagiaan kiranya jikalau kita termasuk dalam golongan yang selamat, golongan
Tha’ifah Manshurah (kelompok yang mendapat pertolongan) dari Allah.
Ikhwan fillah rahimakumullah
Kebanyakan
ummat Islam, kini terjebak dalam taklid buta. Terkadang suatu anjuran untuk
mengikuti dan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah serta memalingkan jiwa
dari selain keduanya dianggap sebagai seruan yang mengajak kepada pelecehan
pendapat para ulama dan menghalangi untuk mengikuti jejak para ulama atau
mengajak untuk menyerang perkataan mereka. Padahal tidak demikian yang
dimaksudkan, bahkan harus dibedakan antara mengikuti Nabi semata dengan
pelecehan terhadap pendapat para ulama. Kita tidak boleh mengutamakan pendapat
seseorang di atas apa yang telah dibawa oleh beliau dan tidak juga
pemikirannya, siapapun orang tersebut. Apabila seseorang datang kepada kita
membawakan suatu hadits, maka hal pertama yang harus kita perhatikan adalah
keshahihan hadits tersebut kemudian yang kedua adalah maknanya. Jika sudah
shahih dan jelas maknanya maka tidak boleh berpaling dari hadits tersebut
walaupun orang disekeliling kita menyalahi kita, selama penerapannya juga
benar.
Para Imam ulama salaf yang
dijadikan panutan umat, mencegah para pengikutnya mengikuti pendapat mereka tanpa
mengetahui dalilnya. Di antara ucapan Abu Hanifah: “Tidak halal bagi seseorang untuk
mengambil pendapat kami sebelum dia mengetahui dari mana kami mengambilnya.” Kemudian:
“Bila
saya telah berkata dengan satu pendapat yang telah menyalahi kitab Allah ta’ala
dan sunah Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , maka tinggalkanlah pendapatku.”
Sedangkan
mayoritas ummat Islam sekarang ini mereka berkata, “Ustadz saya berkata.”
Padahal
sudah datang kepada mereka firman Allah dalam surat Allah Hujarat ayat 1:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya.”
Ibnu
Abbas berkata. “Hampir-hampir saja diturunkan atas kalian batu dari langit. Aku
mengataklan kepada kalian,” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,
tetapi kalian mengatakan, Abu Bakar berkata, Umar berkata.”
Firman
Allah dalam surat 7 ayat 3:
“Ikutilah
apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari
padaNya).”
Kemudian
salah satu penyakit umat Islam sekarang ini disamping taklid buta adalah
banyaknya para pelaku bid’ah. Dan di antara sebab-sebab yang membawa terjadinya
bid’ah adalah:
1. Bodoh tentang hukum agama dan sumber-sumbernya
Adapun
sumber-sumber hukum Islam adalah Kitabullah, sunnah RasulNya dan ijma’ dan
Qiyas. Setiap kali zaman berjalan dan manusia bertambah jauh dari
ilmu yang haq, maka semakin sedikit ilmu dan tersebarlah kebodohan. Maka tidak
ada yang mampu untuk menentang dan melawan bi’dah kecuali ilmu dan ulama.
Apabila ilmu dan ulama telah tiada dengan wafatnya mereka, bi’dah akan
mendapatkan kesempatan dan berpeluang besar untuk muncul dan berjaya dan
tokoh-tokoh bid’ah bertebaran menyeret umat ke jalan sesat.
2. Mengikuti hawa nafsu dalam masalah hukum
Yaitu
menjadikan hawa nafsu sebagai sumber segalanya dengan menyeret/membawa dalil-dalil
Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk mendukungnya, dalil-dalil tersebut dihukumi
dengan hawa nafsunya. Ini adalah perusakan terhadap syari’at dan tujuannya.
“Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah-nya dan
Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiar-kan sesat) ...” (Al-Jatsiyah:
23).
3. Fanatik buta terhadap pemikiran-pemikiran orang
tertentu
Fanatik
buta terhadap pemikiran orang-orang tertentu akan memisahkan antara seorang
muslim dari dalil dan al-haq. Inilah keadaan orang-orang yang fanatik buta pada
zaman kita sekarang ini, Mayoritas terdiri dari pengikut sebagian
madzhab-madzab, sufiyyah dan quburiyyun (penyembah-penyembah
kuburan), yang apabila mereka diseru untuk mengikuti Al-Kitab dan As-Sunnah,
mereka menolaknya. Dan mereka juga menolak apa-apa yang menyelisihi pendapat
mereka. Mereka berhujah dengan madzab-madzab, syaikh-syaikh, kiyai-kiyai,
bapak-bapak nenek moyang mereka. Ini adalah pintu dari sekian banyak
pintu-pintu masuknya bid’ah ke dalam agama Islam ini.
4. Ghuluw (berlebih-lebihan)
Contoh
dari point ini adalah madzab khawarij dan syi’ah. Adapun khawarij, mereka ghuluw
berlebihan dalam memahami ayat-ayat peringatan dan ancaman. Mereka
berpaling dari ayat-ayat raja’ (pengharapan), janji pengampunan dan taubat
sebagaimana Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ...” (An-Nisa’: 48,116).
5. Tasyabuh dengan kaum kuffar
Tasyabbuh (menyerupai)
kaum kuffar adalah sebab yang paling menonjol terjatuhnya seorang kedalam bid’ah.
Hal ini pulalah yang terjadi di zaman kita sekarang ini. Karena mayoritas dari
kalangan kaum Muslimin taqlid kepada kaum kuffar pada amal-amal bid’ah
dan syirik. Seperti perayaan-perayaan ulang tahun (maulid) dan mengadakan
hari-hari atau minggu-minggu khusus dan perayaan serta peringatan bersejarah
(menurut anggapan mereka) seperti: peringatan Maulid Nabi. Isra’ Mi’raj,
Nuzulul Qur’an dan yang lainnya adalah meyerupai peringatan-peringatan kaum
kuffar.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
“Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum maka dia termasuk mereka”. (Abu Dawud).
6.
Menolak bid’ah dengan bid’ah yang semisalnya atau bahkan yang lebih rusak
Contohnya
ialah kaum Murji’ah, Mu’tazilah, Musyabibhah dan Jahmiyyah. Kaum Murji’ah
memulai bid’ahnya dalam mensikapi orang-orang yang dizamannya, mereka berkata: “Kita
tidak menghakimi mereka dan kita kembalikan urusannya kepada Allah Subhannahu
wa Ta'ala ”. Hingga akhirnya mereka sampai pada pendapat bahwa maksiat tidak
me-mudharat-kan iman, sebagaimana tidak berfaedah ketaatan yang
disertai kekufuran. Al-Baghdadi berkata: “Mereka dinamakan Murji’ah karena
mereka memisahkan amal dari keimanan.”
Demikianlah,
para ahlul bid’ah menjadikan kebid’ahan-kebid’ahan yang mereka lakukan
sebagai satu amalan ataupun suatu sunnah, sedangkan yang benar-benar sunnah
mereka jauhi. Padahal sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
telah bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa
mengajarkan suatu amalan yang tidak ada keterangannya dari kami
(Rasulullah), maka dia itu tertolak.” (Hadist riwayat Muslim).
Ihwan fillah rahimakumullah
Oleh
karena itu jika kita mempelajari seluk beluk taqlid, kemudian kita pelajari
hakekat kebid’ahan niscaya kita tahu bahwa ternyata antara bid’ah dan taqlid
mempunyai hubungan yang sangat erat sekali. Jika kita perhatikan perbuatan bid’ah
niscaya kita akan mengetahui bahwa pelakunya adalah seorang muqallid.
Dan kalau kita melihat seorang muqallid, niscaya kita lihat bahwa dia
tenggelam dalam kebid’ahan, kecuali bagi mereka yang dirahmati oleh Allah ‘Azza
wa Jalla. Berikut ini ada beberapa sebab yang menunjukkan bahwa taqlid itu
mempunyai hubungan yang erat dengan bid’ah.
Muqallid
tidak bersandar dengan dalil dan tidak mau melihat dalil; jika dia bersandar
pada dalil, maka dia tidak lagi dinamakan muqallid. Demikian pula mubtadi’,
diapun dalam melakukan kebid’ahan tidak berpegang dengan dalil karena kalau
berpegang dengan dalil maka ia tidak lagi dinamakan dengan mubtadi’ karena
asal bid’ah adalah mengadakan sesuatu hal yang baru tanpa dalil atau nash.
Taqlid
dan bid’ah adalah tempat ketergelinciran yang sangat berbahaya yang
menyimpangkan seseorang dari agama dan aqidah. Karena dua hal tersebut akan
menjauhkan pelakunya dari nash Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan
sumber kebenaran.
Taqlid
dan bid’ah merupakan sebab utama tersesatnya umat terdahulu. Allah Subhannahu
wa Ta'ala menceritakan dalam Al-Qur’an tentang Bani Isra’il yang meminta Musa
Alaihissalam untuk menjadikan bagi mereka satu ilah dari berhala, karena taqlid
kepada para penyembah berhala yang pernah mereka lewati.
FirmanNya:
“Dan kami
seberangkan Bani Israil keseberang lautan itu, maka setelah mereka sampai pada
satu kaum yang telah menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: “Hai Musa,
buatlah untuk kami sebuah ilah (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa
ilah (berhala)!. Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu adalah kaum yang tidak
mengetahui (sifat-sifat Ilah)! “sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan
kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.” (Al- A’raf:
138-139).
Sekalipun
Nabi Musa Alaihissalam melarang dan mencerca mereka dan mereka mengetahui bahwa
arca itu hanyalah bebatuan yang tidak memberi manfaat dan mudlarat, tetapi
mereka tetap membikin patung anak sapi dan menyembahnya.
Hal
ini disebabkan karena taqlid yang sudah menimpa diri mereka. Ayat ini sangat
jelas menunjukkan bahaya taqlid dan hubungannya yang sangat erat dengan kebid’ahan
bahkan dengan kesyirikan dan kekufuran. Hal inilah yang merupakan sebab
kesesatan Bani Isra’il dan umat lainnya, termasuk sebagian besar ummat Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Salam .
Terakhir adalah bagaimana cara kita untuk keluar dari bid’ah
ini
Jalan
keluar dari bid’ah ini telah di gariskan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam dalam banyak hadits. Dan satu di antaranya adalah berpegang teguh pada
Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para Salafus Shahih, , karena
mereka adalah orang yang paling besar cintanya kepada Allah dan RasulNya,
paling kuat ittiba’nya, paling dalam ilmunya, dan paling luas
pemahamannya terhadap dua wahyu yang mulia tersebut. Dengan cara ini seorang
muslim mampu berpegang teguh dengan agamanya dan bebas dari kotoran yang
mencemari dan terhindar dari semua kebid’ahan yang menyesatkan.
Mudah-mudahan
Allah senantiasa memberikan taufiq dan hidayahNya kepada kita semua dan kepada
saudara-saudara kita yang terjerumus dan bergelimang di dalam kebid’ahan.
Mudah-mudahan pula Allah menambah ilmu kita, menganugrahkan kekuatan iman dan
takwa untuk bisa tetap istiqomah di atas manhaj yang hak dan menjalani sisa
hidup di jaman yang penuh fitnah ini dengan bimbingan syari’at Muhammadiyah
(syariat yang dibawa oleh Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam ), sampai kita
bertemu Allah dengan membawa bekal husnul khatimah.
Amin ya Rabbal Alamin.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ
اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}. ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ
اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ
مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ
حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا
يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.
0 komentar:
Posting Komentar