REPUBLIKA.CO.ID, Agama Islam menentang kehidupan yang bersifat
kesengsaraan dan menyiksa diri, sebagaimana yang telah dipraktikkan oleh
sebagian dari pemeluk agama lain dan aliran tertentu.
Agama Islam pun menganjurkan bagi umatnya untuk selalu tampak indah dengan cara sederhana dan layak, yang tidak berlebih-lebihan.
Bahkan, Islam menganjurkan di saat hendak mengerjakan ibadah, supaya berhias diri di samping menjaga kebersihan dan kesucian tempat maupun pakaian.
Allah SWT berfirman, "... pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid…" (QS. Al-A'raaf: 31).
Bila Islam sudah menetapkan hal-hal yang indah, baik bagi laki-laki maupun wanita, maka terhadap wanita, Islam lebih memberi perhatian dan kelonggaran, karena fitrahnya, sebagaimana dibolehkannya memakai kain sutera dan perhiasan emas, di mana hal itu diharamkan bagi kaum laki-laki.
Adapun hal-hal yang dianggap oleh manusia baik, tetapi membawa kerusakan dan perubahan pada tubuhnya, dari yang telah diciptakan oleh Allah SWT, di mana perubahan itu tidak layak bagi fitrah manusia, tentu hal itu pengaruh dari perbuatan setan yang hendak memperdayakan.
Oleh karena itu, perbuatan tersebut dilarang. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Allah melaknati pembuatan tato, yaitu menusukkan jarum ke kulit dengan warna yang berupa tulisan, gambar bunga, simbol-simbol dan sebagainya; mempertajam gigi, memendekkan atau menyambung rambut dengan rambut orang lain, (yang bersifat palsu, menipu dan sebagainya)." (Hadis shahih).
Sebagaimana riwayat Said bin Musayyab, salah seorang sahabat Nabi SAW, ketika Muawiyah berada di Madinah setelah dia berpidato, tiba-tiba mengeluarkan segenggam rambut dan berkata, "Inilah rambut yang dinamakan Nabi SAW az-zur yang artinya al-washilah (penyambung), yang dipakai oleh wanita untuk menyambung rambutnya, hal itulah yang dilarang oleh Rasulullah SAW.”
“Dan tentu hal itu adalah perbuatan orang-orang Yahudi. Bagaimana dengan Anda, wahai para ulama, apakah kalian tidak melarang hal itu? Padahal, aku telah mendengar sabda Nabi, 'Sesungguhnya terbinasanya orang-orang Israil itu karena para wanitanya memakai itu (rambut palsu) terus-menerus'." (H.r. Bukhari).
Nabi SAW menamakan perbuatan itu sebagai suatu bentuk kepalsuan, supaya tampak hikmah sebab dilarangnya hal itu bagi kaum wanita, dan karena hal itu juga merupakan sebagian dari tipu muslihat.
Bagi wanita yang menghias rambut atau lainnya di salon-salon kecantikan, sedang yang menanganinya (karyawannya) adalah kaum laki-laki. Hal itu jelas dilarang, karena bukan saja bertemu dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, tetapi lebih dari itu, sudah pasti itu haram, walaupun dilakukan di rumah sendiri.
Bagi wanita Muslimat yang tujuannya taat kepada agama dan Tuhannya, sebaiknya berhias diri di rumahnya sendiri untuk suaminya, bukan di luar rumah atau di tengah jalan untuk orang lain. Yang demikian itu adalah tingkah laku kaum Yahudi yang menginginkan cara-cara modern dan sebagainya.
Agama Islam pun menganjurkan bagi umatnya untuk selalu tampak indah dengan cara sederhana dan layak, yang tidak berlebih-lebihan.
Bahkan, Islam menganjurkan di saat hendak mengerjakan ibadah, supaya berhias diri di samping menjaga kebersihan dan kesucian tempat maupun pakaian.
Allah SWT berfirman, "... pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid…" (QS. Al-A'raaf: 31).
Bila Islam sudah menetapkan hal-hal yang indah, baik bagi laki-laki maupun wanita, maka terhadap wanita, Islam lebih memberi perhatian dan kelonggaran, karena fitrahnya, sebagaimana dibolehkannya memakai kain sutera dan perhiasan emas, di mana hal itu diharamkan bagi kaum laki-laki.
Adapun hal-hal yang dianggap oleh manusia baik, tetapi membawa kerusakan dan perubahan pada tubuhnya, dari yang telah diciptakan oleh Allah SWT, di mana perubahan itu tidak layak bagi fitrah manusia, tentu hal itu pengaruh dari perbuatan setan yang hendak memperdayakan.
Oleh karena itu, perbuatan tersebut dilarang. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Allah melaknati pembuatan tato, yaitu menusukkan jarum ke kulit dengan warna yang berupa tulisan, gambar bunga, simbol-simbol dan sebagainya; mempertajam gigi, memendekkan atau menyambung rambut dengan rambut orang lain, (yang bersifat palsu, menipu dan sebagainya)." (Hadis shahih).
Sebagaimana riwayat Said bin Musayyab, salah seorang sahabat Nabi SAW, ketika Muawiyah berada di Madinah setelah dia berpidato, tiba-tiba mengeluarkan segenggam rambut dan berkata, "Inilah rambut yang dinamakan Nabi SAW az-zur yang artinya al-washilah (penyambung), yang dipakai oleh wanita untuk menyambung rambutnya, hal itulah yang dilarang oleh Rasulullah SAW.”
“Dan tentu hal itu adalah perbuatan orang-orang Yahudi. Bagaimana dengan Anda, wahai para ulama, apakah kalian tidak melarang hal itu? Padahal, aku telah mendengar sabda Nabi, 'Sesungguhnya terbinasanya orang-orang Israil itu karena para wanitanya memakai itu (rambut palsu) terus-menerus'." (H.r. Bukhari).
Nabi SAW menamakan perbuatan itu sebagai suatu bentuk kepalsuan, supaya tampak hikmah sebab dilarangnya hal itu bagi kaum wanita, dan karena hal itu juga merupakan sebagian dari tipu muslihat.
Bagi wanita yang menghias rambut atau lainnya di salon-salon kecantikan, sedang yang menanganinya (karyawannya) adalah kaum laki-laki. Hal itu jelas dilarang, karena bukan saja bertemu dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, tetapi lebih dari itu, sudah pasti itu haram, walaupun dilakukan di rumah sendiri.
Bagi wanita Muslimat yang tujuannya taat kepada agama dan Tuhannya, sebaiknya berhias diri di rumahnya sendiri untuk suaminya, bukan di luar rumah atau di tengah jalan untuk orang lain. Yang demikian itu adalah tingkah laku kaum Yahudi yang menginginkan cara-cara modern dan sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar